Tengkuluk atau Tingkuluak merupakan penutup kepala perempuan dalam budaya Minangkabau. Penutup kepala ini memiliki beragam jenis yang dapat dibedakan dari kain dan bentuknya. Tengkuluk ini merupakan warisan dari leluhur yang masih bertahan hingga sekarang. Tidak hanya sebagai warisan, penggunaan pelengkap busana tengkuluk ini menjadi lambang kesederhanaan perempuan Minangkabau yang biasa digunakan pada acara formal dan pesta.
Keberadaan tengkuluk dipercaya sudah ada sejak abad ke-7. Perkembangannya mulai dari suku Melayu Tua seperti suku Bathin dan Suku Kerinci hingga suku Melayu Muda yaitu Kota Jambi dan Pantai Timur Sumatra Jambi. Sejak zaman kerajaan Melayu, tengkuluk ini sudah ada sehingga tak heran jika jumlahnya yang tersebar mencapai 98 jenis di Provinsi Jambi.
Penyebaran tengkuluk ini melahirkan beragam jenis tengkuluk yang khas, seperti tengkuluk Bay Bey khas dari Kabupaten Merangin. Tengkuluk ini memiliki beragam kegunaan seperti untuk sehari-hari pergi ke sawah yang menggunakan kain sarung. Sementara untuk pemakaian tengkuluk ini sangat mudah karena hanya dililit, tidak perlu menggunakan peniti atau jahitan.
Sementara untuk filosofinya terletak pada kerapihan, karena tengkuluk itu menunjukan kerapihan seorang perempuan. Selain itu, makna lainnya terletak pada posisi juntaian tengkuluk yang dikenakan. Pada penggunaanya, tengkuluk benar-benar harus diperhatikan karena juntaiannya memiliki arti.
Jika juntai yang jatuh berada di kanan, maka menandakan perempuan itu sudah memiliki pendamping atau menikah. Sebaliknya, jika posisi juntaian dijatuhkan pada posisi sebelah kiri tengkulak tersebut menandakan perempuan itu masih gadis atau belum menikah.
0 komentar